Senyum Untuk Ebo
Hari ini hari yang sangat mengesalkan bagi Jeko, si jalak hitam. Bagaimana tidak, pohon rindang tempat favoritnya bermain, tiba-tiba ditempati hewan lain. Tadinya Jeko sudah membayangkan akan istirahat dengan nyaman di pohon rindang itu, setelah lelah mencari makan di pinggiran hutan. Tapi, begitu hampir sampai di pohon rindang ia melihat ada hewan lain yang tak dikenalnya asyik mengusap-usapkan badannya ke batang pohon rindang. Bukannya Jeko tidak mau berteman dengan hewan lain, tadinya Jeko tetap ingin terbang ke pohon rindang, tapi hewan yang Jeko lihat sepertinya sangat mengerikan. Hewan itu berbadan besar, abu-abu kehitaman dan tampak kotor berlumpur. Jeko yang terkenal sebagai hewan yang suka kebersihan jadi enggan mendekati hewan tersebut, tapi ini juga membuat Jeko kehilangan tempat istirahat siangnya.
Kini Jeko duduk termangu di dekat taman bunga, menunggu sahabatnya, Lubi si lebah baik hati. Jeko dan Lubi sudah biasa saling mengunjungi. Kalau sedang ingin bercerita, biasanya Jeko akan pergi ke taman bunga. Begitu juga dengan Lubi, jika sedang tidak sibuk, biasanya Lubi mengunjungi Jeko di pohon rindang. Setelah lama menunggu, tampak Lubi terbang dari kejauhan. Tapi, Lubi terlihat tak sendiri, dia terbang bersama Kupi, kupu-kupu biru yang juga sahabatnya.
“Assalamu’alaikum.. Jeko..kau ada di sini? Tadi aku mengunjungimu di pohon rindang, tapi kau tak ada di sana, rupanya Kau sudah ada di sini..”
“Waalaikum salam, Lubi..Iya..aku malas ke pohon rindang.”
“Ehm..begitu, Oh ya..tadi aku bertemu dengan hewan lain di pohon rindang. Apa kau sudah bertemu dengannya?” Kini Kupi yang angkat bicara.
“Itulah maksudku datang ke sini..Aku kesal dengan mahluk kotor dan mengerikan itu, aku tidak suka dia ada di pohon rindang! Aku ingin bertanya pada kalian, bagaimana cara mengusirnya..”
“Mengapa kau tidak mencoba berkenalan dengan dia, Jeko? Dia tampaknya baik dan ramah. Memang, sih..badannya bau dan kotor..”
“Hii..aku tidak mau kenal dengan hewan itu. Aku hanya ingin saran kalian..bagaimana caranya agar dia bisa pergi dari pohon rindangku!”
“Ya sudah, kau bisa langsung mengusirnya saja dari pohon rindang itu! apa repotnya...” saran Kupi datar.
“Masalahnya, aku tidak mau bicara dengan mahluk jelek itu.” tukas Jeko.
“Namanya Ebo, Jeko.” Lubi lembut berkata.
“Dia kerbau yang tersesat di daerah kita ini, kalau kau tidak suka dia ada di sini, bagaimana kalau kita bantu dia pulang ke rumah asalnya..” Kupi menambahkan.
Jeko hanya diam. Dia semakin marah dengan usulan Kupi. Jangankan mau membantu hewan itu, menyapanya saja Jeko merasa enggan.
“Ya sudah, kalau aku punya usul..besok kau datang lebih duluan saja ke pohon rindang, nanti aku yang memberitahu Ebo supaya dia tidak sembarangan istirahat di sana, karena kau yang lebih duluan ada di sana. Bagaimana?”
“Hmm..usul yang bagus Lubi, terimakasih ya. Kau memang benar-benar sahabatku.”
Pagi sekali Jeko sudah berkicau di pohon rindang. Dia senang sekali, akhirnya dia bisa dengan bebas bermain di sana. Tidak ada kerbau jelek dan bau yang mengganggunya. Hari semakin siang, perut Jeko mulai lapar. Tapi, dia tidak ingin pergi dari pohon rindang. Dia menahan rasa laparnya demi mengamankan pohon rindang tempatnya bermain. Jeko khawatir kalau pohon rindang ia tinggalkan, nanti Ebo akan berteduh dengan tanpa rasa bersalah di situ.
Jeko kembali bernyanyi, tapi tiba-tiba dia merasa perutnya sakit sekali. Biasanya sesiang ini dia sudah makan banyak, tapi hari itu belum ada sedikit pun makanan masuk ke perutnya. Jeko mulai panik, untuk berteriak meminta tolong saja dia tak sanggup. Kemana Lubi dan Kupi, ya? Jeko semakin cemas. Akhirnya Jeko menyerah, dia terduduk lemas, dalam hatinya sangat berharap ada siapa saja yang mau menolongnya.
“Assalamu’alaikum..” Tiba-tiba hewan jelek yang dibencinya muncul. Benar kata Kupi dan Lubi, hewan itu bau dan kotor. Jeko sangat marah, marah dengan keberanian hewan itu mendekatinya.
“Maaf, Jeko.. perkenalkan namaku Ebo, aku sudah bertemu Lubi. Aku hanya ingin minta maaf, kemarin aku berteduh di sini tanpa seizinmu. maafkan aku ya..”Ebo memelas.
Jeko hanya diam saja. Dalam hati ia membenarkan kata-kata Lubi dan Kupi. Ebo hewan yang cukup baik. Jeko jadi kasihan melihatnya.
“Mengapa kamu menangis, Jeko? Tampaknya kau sakit, apa aku bisa membantumu?”
“Perutku sakit sekali... aku belum makan dari pagi, aku tidak kuat untuk terbang..”
“Bagaimana kalau aku membantumu? Naiklah ke punggungku, Jeko. Aku akan mengantarmu mencari makanan..” Jeko diam. Sebenarnya ia ingin menolak, tapi perutnya bertambah sakit.
“Hmm..baiklah..”
Saat terkulai di atas punggung Ebo, tanpa sengaja Jeko melihat ada sesuatu. Sepertinya ada serangga yang menyelinap di bulu-bulu tubuh Ebo. Maka, untuk meyakinkan dirinya Jeko mencoba mematuknya. Jeko kaget, rupanya serangga itu rasanya sangat enak.
“Ebo, di tubuhmu ada kutu, bolehkah aku memakannya?”
“Benarkah? Kau suka makan kutu, Jeko? Tidak apa-apa makan saja kalau kau suka.”
Jeko segera mematuki kutu-kutu di tubuh Ebo. Ajaib, perlahan-lahan tubuh Jeko tidak lemas lagi, perutnya juga tidak sakit lagi.
“Terimakasih, Ebo.. Kau sudah menolongku, kutu-kutu di tubuhmu sangat enak. Dan perutku sudah tidak sakit lagi.”
“Alhamdulillah kalau begitu. Hmm..tubuhku juga sudah tidak gatal lagi. Aku juga berterimakasih padamu, Jeko. Karenamu, kutu-kutu itu tidak menggangguku lagi.”
“Hmm..Ebo, maaf ya, kalau sikapku tidak ramah padamu. Aku bahkan benci padamu sebelum mengenalmu."
"Oh, begitu ya, aku tak tahu kalau Kau membenciku. Tentu saja aku memaafkanmu, Jeko."
"Tapi, sudahlah lupakan saja, mulai hari ini kita bersahabat ya, Ebo.”
Jeko tersenyum kepada Ebo. Ajaib, dia tidak merasa kalau Ebo kotor dan menjijikan. Ebo pun membalas senyum Jeko. Kini mereka bersahabat.
Komentar
Posting Komentar