Saat Keberagaman Menjadi Kesatuan
Setelah 80-an tahun Belanda menjajah Indonesia, tokoh intelektual
Belanda merasa prihatin dengan kehidupan masyarakat Indonesia. Dengan penerapan sistem tanam paksa, Belanda
merasakan kemakmuran, sedangkan masyarakat Indonesia sangat menderita. Beberapa tokoh intelektual tersebut,
diantaranya Broshooft, Douwes Dekker, dan Van Deventer mengusulkan kepada
Pemerintah Belanda untuk melaksanakan politik etis atau politik balas budi. Hutang budi tersebut harus dibayar dengan cara
memperbaiki nasib rakyat, seperti memberikan pendidikan dan kemakmuran kepada
rakyat Indonesia. Kebijakan politik etis
disetujui dan disampaikan oleh Ratu Wilhelmina yang menuangkan dalam program
Trias Politika, yang meliputi irigasi, emigrasi, dan edukasi.
Dalam pelaksanaan program tersebut, ternyata banyak menyeleweng atau menyimpang dan tetap lebih menguntungkan Pemerintah Belanda. Contoh, dalam bidang pendidikan, tujuan memberikan pendidikan hanya bertujuan untuk menghasilkan tenaga yang ahli tapi dibayar murah. Salah satu sekolah yang didirikan adalah STOVIA, sekolah untuk pendidikan kedokteran bagi rakyat pribumi yang berada di Weltevreder, pusat kota Batavia. Tujuannya adalah menghasilkan tenaga kesehatan yang bisa mengobati bangsanya sendiri, sehingga tidak perlu mendatangkan dokter dari Belanda menghadapi banyaknya wabah penyakit kala itu.
Para pelajar STOVIA yang kebanyakan berasal dari
kota-kota kecil mulai mendapat dorongan intelektual dari lingkungan
sekolahnya. Mereka menjadi jeli dengan
kondisi masyarakat, juga berani mengungkapkan pendapat dan gagasan. Diinspirasi
oleh Dr Wahidin Sudirohusodo, Dr Sutomo mendirikan sebuah organisasi bernama
Budi Outomo pada tahun 20 Mei 1908 , yang menjadi cikal bakal lahirnya berbagai
organisasi dari seluruh penjuru nusantara, sehingga setiap tanggal 20 Mei
diperingati sebagai hari kebangkitan nasional.
Organisasi dari penjuru nusantara tersebut diantaranya
Jong Java (pemuda Jawa), Jong Ambon (pemuda Ambon), Jong Celebes (pemuda Sulawesi),
Jong Batak (pemuda Batak), Jong Sumatranen Bond (Ikatan Pemuda Sumatera), Jong
Islamieten Bond (Ikatan Pemuda Islam), Sekar Roekoen, Pemuda Kaum Betawi, dll
yang kemudian bersatu melakukan kongres pemuda I dan II. Pada kongres Pemuda II
yang dilaksanakan pada tanggal 27-28 Oktober 1928 inilah, lahir peristiwa ikrar
pemuda atau lebih terkenal dengan sumpah pemuda, yang merupakan ikrar persatuan
dari seluruh ikatan pemuda di Nusantara.
Dari peristiwa sumpah pemuda inilah, keragaman budaya, suku, bahasa, dan
nusa sepakat untuk cita-cita besar yang
sama, kemerdekaan Indonesia, sehingga sumpah pemuda disebut sebagai pemersatu
bangsa.
Komentar
Posting Komentar